Perayaan Imlek masyarakat Tionghoa dirayakan dengan penuh suka cita, dimana meja makan dipenuhi dengan aneka hidangan khas Imlek yang lezat dan bermakna. Namun, di tengah kegembiraan tersebut, mereka sangat hati-hati dalam menyajikan makanan-makanan tertentu, karena terdapat sejumlah pantangan yang harus dihormati. Beberapa makanan dianggap tidak boleh disantap selama Imlek, karena diyakini membawa kesialan dan keburukan bagi mereka yang memakannya. Meskipun hidangan-hidangan khas Imlek menjadi pusat perhatian, menjaga tradisi dan menghindari makanan yang dianggap tabu tetap menjadi bagian penting dalam merayakan Tahun Baru China.
Tradisi ini membuktikan bahwa keberuntungan dan rejeki di tahun baru sangat dipengaruhi oleh makanan yang disantap selama perayaan. Masyarakat Tionghoa memahami bahwa setiap hidangan memiliki makna simbolis yang dapat membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan kesuksesan di masa depan. Oleh karena itu, mereka berupaya untuk menyajikan makanan-makanan yang dianggap membawa keberkahan, sambil dengan tegas menghindari menu terlarang yang dapat membawa dampak negatif. Dengan mematuhi tradisi ini, mereka berharap agar tahun baru ini diisi dengan kebahagiaan, kemakmuran, dan keberuntungan yang melimpah.
Ayam
Banyak masakan Cina yang mengandalkan ayam sebagai bahan utama, namun selama Imlek, pemilihan jenis hidangan ayam menjadi sangat penting. Memakan ayam potong atau sayap ayam dianggap dapat mengakibatkan rejeki yang menjauh dan mencerminkan ketidakmampuan untuk bergerak maju dalam hidup. Sebaliknya, memakan ayam utuh selama Imlek dipercaya membawa kemakmuran dan keberuntungan. Untuk memastikan awal tahun yang sukses dan beruntung, disarankan untuk menghindari hidangan ayam yang dianggap membawa konotasi negatif, sehingga dapat memastikan kelancaran dan keberuntungan di tahun baru.
Lobster
Lobster dengan cara hidupnya yang unik melibatkan berenang dan berjalan mundur, dianggap membawa konotasi yang kurang menguntungkan menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa. Meskipun era modern telah membawa perubahan besar dalam pandangan terhadap makanan, banyak umat Tionghoa masih mempertahankan keyakinan bahwa mengonsumsi lobster dapat menyebabkan kemunduran dan kegagalan di tahun baru. Sebagai bagian dari tradisi yang kaya dengan makna simbolis, pemilihan makanan menjadi penting dalam menjaga keharmonisan dan keberuntungan, dan lobster dianggap sebagai salah satu bahan yang sebaiknya dihindari selama perayaan Imlek untuk memastikan tahun yang sukses dan makmur.
Makanan Berwarna Putih
Dalam tradisi Cina, warna putih dianggap sebagai simbol sial dan kematian. Oleh karena itu, selama perayaan Imlek, segala hal yang berwarna putih dihindari dengan tegas, termasuk makanan, pakaian, dan dekorasi. Keyakinan ini muncul dari kepercayaan bahwa menghindari warna putih dapat menghindarkan diri dari keberuntungan yang buruk. Sebagai gantinya, orang Tionghoa memilih warna-warna cerah seperti orange dan merah, yang melambangkan kebahagiaan dan keberuntungan. Penggunaan warna-warna cerah ini dianggap sebagai cara untuk memastikan tahun baru yang penuh kegembiraan dan rezeki yang melimpah.
Kepiting
Tidak jauh berbeda dengan lobster, kepiting memiliki keunikan berenang dan berjalan ke samping dari sisi ke sisi. Karakteristik ini memberikan simbolisme tertentu yang membuat kepiting dihindari saat perayaan Hari Imlek. Alasan di balik pantangan ini adalah karena cara kepiting bergerak yang tidak menuju ke depan dianggap sebagai lambang ketidakmampuan untuk mencapai kemajuan atau kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu, masyarakat yang merayakan Hari Imlek cenderung menghindari menyajikan kepiting untuk memastikan bahwa menu yang dipilih selaras dengan harapan akan kemajuan dan keberhasilan di tahun yang baru.
Mie Patah
Salah satu makanan yang dianggap membawa keberuntungan di Hari Imlek adalah “longevity noodles” atau mie panjang yang melambangkan umur panjang. Tradisi ini mengandung makna simbolis yang mengaitkan konsep umur panjang dengan memakan mie yang tidak terputus. Namun, perlu berhati-hati saat menikmati mie di Hari Imlek, karena kepercayaan masyarakat Tionghoa menyatakan bahwa jika mie patah atau terpotong, hal tersebut dapat dianggap sebagai pertanda mempersingkat umur. Oleh karena itu, menjaga keutuhan mie saat disantap menjadi suatu simbol untuk menghormati dan merayakan umur panjang selama perayaan Tahun Baru Imlek.
Bubur
Menu makanan yang sering disajikan bersama potongan ayam dan cakwe ternyata tidak selalu dianjurkan untuk dikonsumsi selama Imlek. Salah satunya adalah bubur, yang dianggap membawa konotasi negatif dalam tradisi Imlek. Memakan bubur di Hari Imlek dipercaya dapat membawa kemiskinan dan menandakan harapan yang buruk. Bubur dianggap memiliki simbolisme yang mirip dengan keadaan seseorang yang mengalami kesulitan ekonomi dan kesusahan dalam aspek makanan. Oleh karena itu, masyarakat berusaha menghindari menyajikan atau mengonsumsi bubur selama Imlek untuk memastikan bahwa mereka membawa keberuntungan dan harapan yang positif di tahun baru.
Salak
Beberapa buah seringkali dihidangkan selama perayaan Tahun Baru Imlek karena dianggap membawa keberuntungan dan simbolisme positif. Namun, di tengah beragam pilihan buah yang beruntung, ada satu jenis buah yang dihindari, yaitu salak. Kulit salak yang tajam dianggap memiliki makna yang dapat mempersulit kehidupan di tahun yang mendatang. Oleh karena itu, masyarakat berhati-hati dalam memilih buah yang disajikan selama perayaan Imlek untuk memastikan bahwa hanya energi positif dan keberuntungan yang mendominasi dalam menyambut Tahun Baru China.
Roti Berlubang
Perlu diingat bahwa dalam kepercayaan tertentu, memakan roti yang memiliki lubang atau rongga di dalamnya dianggap membawa makna kematian bagi seseorang. Sebaliknya, roti yang berbentuk bulat sempurna dan tanpa rongga di dalamnya diartikan sebagai simbol keberuntungan yang akan datang di tahun baru. Oleh karena itu, pemilihan jenis roti juga menjadi perhatian khusus selama perayaan, dimana masyarakat berupaya menghindari roti dengan rongga untuk memastikan harapan dan keberuntungan di tahun yang baru.
Labu
Labu dihindari selama hari besar China, termasuk saat Imlek, karena memiliki asosiasi dengan makna yang kurang menguntungkan. Dalam bahasa China, kata “labu” diucapkan sebagai ‘gwa,’ yang mirip dengan pengucapan kata ‘kematian.’ Karena masyarakat Tionghoa sangat menghindari mengucapkan hal-hal negatif atau membawa kesialan, maka makan labu dianggap sebagai suatu larangan. Selama Imlek yang penuh dengan kegembiraan dan harapan, menjauhi labu dianggap sebagai cara untuk memastikan suasana yang positif dan penuh keberuntungan di tengah merayakan Tahun Baru China.
Pisang
Tanpa disadari, menyajikan pisang di Hari Imlek dapat membawa kesialan yang tidak diinginkan. Keyakinan ini tidak hanya berlaku untuk buahnya saja, tetapi juga untuk segala olahan pisang. Sebagai bagian dari tradisi dan kepercayaan masyarakat Tionghoa, menghindari konsumsi pisang selama perayaan Imlek dianggap sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari nasib sial dan menjamin kelancaran tahun yang akan datang. Sehingga, sebagai langkah pencegahan, sebaiknya dihindari menyajikan atau mengonsumsi pisang dalam bentuk apa pun selama merayakan Imlek.
Pir
Meskipun pir biasanya dinikmati sebagai camilan yang manis dan menyegarkan, memberikan buah ini kepada orang terkasih di Tahun Baru Imlek sebaiknya dihindari. Hal ini disebabkan oleh perbedaan arti kata pir dalam bahasa China (lí), yang terdengar serupa dengan kata China untuk ‘pergi’. Memberikan hadiah berupa pir saat perayaan Imlek dianggap sebagai simbol perpisahan dan ungkapan “selamat tinggal”. Tindakan ini diyakini membawa konotasi negatif terhadap hubungan dengan teman dan keluarga, yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan. Oleh karena itu, disarankan untuk menghindari memberikan pir sebagai hadiah dan memilih alternatif lain yang lebih positif dan menggembirakan selama merayakan Tahun Baru Imlek.
Parsley
Mempertimbangkan memberikan peterseli sebagai hadiah saat makan malam Imlek dapat dianggap sebagai tindakan yang membawa kesialan. Diyakini bahwa memberikan peterseli, baik kepada tuan rumah maupun diri sendiri, dapat menarik nasib buruk dan sial. Oleh karena itu, untuk menghindari potensi masalah dan memastikan suasana perayaan Imlek yang penuh keberuntungan, disarankan untuk menghindari memberikan atau membawa hal-hal herbal seperti peterseli dalam acara tersebut. Menghormati tradisi dan memilih hadiah yang dianggap membawa keberkahan dapat menjadi cara yang lebih bijak untuk merayakan Tahun Baru China dengan penuh kebahagiaan dan harapan.
Cumi-cumi
Pada zaman dulu, cumi-cumi tidak hanya sekadar hidangan lezat, namun juga memiliki makna sosial yang unik. Dalam konteks pekerjaan, cumi-cumi dimasak memiliki fungsi sebagai ‘surat pemecatan’ tidak langsung bagi para pekerja. Pemilik usaha akan menyajikan cumi kepada pekerjanya sebagai pemberitahuan tak resmi agar mereka tidak perlu datang lagi keesokan harinya. Tradisi ini berasal dari bentuk cumi yang tergulung, menyerupai selimut para pekerja yang biasa digulung rapi saat mereka berkemas. Karena konotasinya yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja, cumi-cumi tidak pernah disajikan selama Imlek sebagai bentuk menghormati dan menghindari membawa aura negatif ke dalam momen berbahagia tersebut.
Pare
Pare dan makanan-makanan lain yang memiliki cita rasa pahit sebaiknya dihindari selama Imlek, mengingat simbolisme yang terkait dengan rasa pahit di lidah. Dipercaya bahwa memakan makanan yang terasa pahit dapat menjadi pertanda kehidupan yang sulit dan penuh cobaan dalam tahun yang akan datang. Konon, nasib sial berupa tahun yang penuh kesengsaraan bisa mendekati bagi mereka yang memilih untuk menyantap makanan beraroma pahit. Selain itu, makanan dengan rasa asam juga sebaiknya dihindari, karena diyakini dapat mencerminkan kehidupan yang asam pahit. Oleh karena itu, untuk mengamankan keberuntungan dan kebahagiaan di tahun baru, disarankan untuk menghindari makanan dengan rasa pahit dan asam selama Imlek.
Ikan yang Dipotong
Ikan memiliki signifikansi mendalam dalam budaya Tionghoa sebagai simbol kemakmuran dan rezeki. Dalam bahasa Mandarin, kata “ikan” memiliki bunyi serupa dengan “surplus” atau kelebihan. Menurut tradisi Tionghoa, memiliki surplus uang atau kebutuhan sehari-hari di akhir tahun dianggap sebagai pertanda baik, menunjukkan harapan untuk mendapatkan lebih banyak keberuntungan di tahun yang akan datang. Penting untuk menyajikan ikan secara utuh, di mana orang tua menyantapnya terlebih dahulu, diikuti oleh generasi yang lebih muda, sebagai tanda penghormatan. Tubuh ikan tidak boleh dipotong, hanya dagingnya yang diambil tanpa memecahkan tulang, dan dua orang yang duduk menghadap kepala dan ekor ikan diharapkan minum bersama-sama sebagai simbol keberuntungan, mencerminkan aspirasi akan kelimpahan, kemakmuran, dan keberuntungan di masa depan.
Meskipun terdapat deretan makanan enak yang dianggap terlarang selama Imlek, tidak semua orang Tionghoa mengikuti tradisi ini. Kebiasaan makan selama Imlek dapat bervariasi di tiap daerah, dengan setiap wilayah memiliki keunikan sendiri dalam menghormati tradisi dan menyajikan hidangan khas. Beberapa masyarakat mematuhi aturan pantangan makanan, sementara yang lain mengadaptasi kebiasaan yang sesuai dengan kepercayaan dan tradisi lokal mereka. Keberagaman ini memperkaya perayaan Imlek dan mencerminkan keragaman budaya dalam merayakan Tahun Baru China.
Ngomong-ngomong soal Imlek, selain merayakan dengan tradisi dan kuliner khas, Anda juga bisa mengeksplorasi tempat wisata Imlek yang menarik di berbagai kota seperti wisata imlek Jakarta, Cirebon, dan sekitarnya. Menyaksikan dekorasi khusus, pawai barongsai, dan pertunjukan seni budaya dapat menjadi pengalaman yang luar biasa selama Imlek. Untuk kenyamanan dalam berkeliling, Anda dapat mempertimbangkan untuk menyewa mobil, dan Naba Transport bisa menjadi pilihan yang baik untuk memenuhi kebutuhan transportasi Anda selama berlibur. Jika anda ingin wisata di Cirebon bisa menggunakan layanan rental mobil Cirebon dengan sewa mobil mudah anti ribet dengan begitu, Anda dapat lebih leluasa menjelajahi tempat-tempat menarik dan merasakan suasana Imlek yang penuh keceriaan.